Tampilkan postingan dengan label Profil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Profil. Tampilkan semua postingan

AKAR KONFLIK DI KOMUNITAS CEK BOCEK

Di bawah kepemimpinan adat datu Sukanda yang lintas desa ini memiliki sejarah perjuangan hidup yang tidak pernah putus dalam memperjuangkan nasibnya bersama anggota komunitas, meski mereka telah pindah dari tanah asal yang semula ditempati bertahun-tahun lamanya karena berpindah disekitar dekat pada posisi hutan lamanya dengan alasan berladang. yang lama-kelamaan sebagian hutan hunian lamanya tersebut meng-hutan, sejak saat itu hingga tahun 1980-an masyarakat tetap memiliki ikatan kuat dengan wilayah tersebut dimana mereka tetap melakukan aktifitas Ekonomi, sosial dan budaya. Secara berkesinambungan mereka masih memelihara dan memanfaatkan kebun-kebun mereka, melakukan Bejalit (membuat Gula Aren) di hutan tersebut,mengambil kemiri,rotan umbi bumbu,menangkap ikan  dan sebagainya. Berburupun tetap dilakukan bahkan  yang diacarakan secara masal dengan nama Nganyang. Ritual tahunan Sedekah Pungka Inu berupa  ziarah ke makam leluhur tiada putus dilakukan sampai saat ini.
Hingga tahun 1983 ,suasana ini berjalan normal. Sampai saat itu Masyarakat adat (Komunitas Adat) tetap eksis memanfaatkan hasil hutan adatnya atau tanah ulayatnya yaitu kegiatan sehari-hari mereka seperti memproduksi gula aren ( Bejalit ) yang dibuat dari air pola (enau) berjumlah  150 titik produksi (titik jalit) yang tersebar dalam wilayah ulayat yang +  30.000 Ha tersebut, Namun bibit konflik mulai ditebar. Berawal dari konsensi penguasaan wilayah adat/tanah ulayat oleh pemerintah dan perusahaan tambang yang ingin melakukan penambangan untuk dijadikan areal konsensi pertambangan. Penggunaan ulayat tersebut  oleh PT.NNT. Pada tahun 1983-1986 dilakukan Survei Regional PT. NNT tersebut sehingga memasuki wilayah Blok Elang Dodo Rinti. Namun masyarakat tanpa sadar bahwa wilayahnya akan diekploitasi perusahaan raksasa. Dengan masuknya Survei tersebut akses masyarakat dengan ulayatnya sempat terhenti  karena di stop oleh pemerintah, alasan mendasar pemerintah memberhentikan akses masyarakat adat tersebut dengan hutan adatnya adalah karena tanah ulayatnya akan digunakan sementara oleh pemerintah untuk survei pertambangan.
Awalnya masyarakat menerima kondisi ini.Namun setelah berakhirnya Survei tahun 1986, mereka tidak kunjung diberi akses ke hutan adat maka mulai dari itulah masyarakat adat gelisah dan  ketakutan karena   pemerintah mulai menjalankan tekanan-tekanan baik dari luar maupun dari dalam sendiri . Rupanya keadaan itu disebabkan oleh berlanjutnya proses survei kegiatan tambang yang ditingkatkan menjadi proses eksplorasi.Namun tak seperti apa yang telah dibayangkan oleh komunitas adat, bahwa dengan terhentinya dengan akses ulayatnya komunitas adat mengalami penderitaan panjang dan kerugian yang sangat besar.  Karena salah satu tempat komunitas berharap hanya dari hasil produksi gula tersebut. Namun pemerintah tidak pernah ada perhatian terhadap komunitas, semuanya nyaris tidak terdengar.
            Hari demi hari masyarakat adat mulai sadar bahwa selama ini mereka hidup dalam cengkraman ketakutan dan penderitaan panjang. Maka dengan lantang dan keberanian masyarakat adat menuntut kerugian dan janji kepada pemerintah namun nyaris tidak terdengar. Berawal dari itulah komunitas adat dengan berupaya sekuat tenaga agar kedepan mereka tidak akan hidup dalam kegelapan lagi. Dengan begitu bersi keras mereka melakukan penekanan pada pemerintah maupun pada investor yang masuk ke tanah ulayat mereka agar betul-betul memperhatikan keadaan mereka, karena mereka sadar bahwa tanah yang digunakan tersebut adalah benar-benar tanah kesejarahan,tanah titipan leluhur mereka.(FA)

Tinjauan Areal Kontrak Karya PT. NEWMONT NUSA TENGGARA Di Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri (suku Berco)


Perjanjian Kontrak Karya adalah perjanjian pengusahaan pertambangan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Swasta Asing, Patungan Perusahaan Asing dengan Indonesia dan Perusahaan Swasta Nasional untuk melaksanakan usaha pertambangan di luar minyak dan gas bumi.   Didalam perjanjian kontrak karya tersebut terdapat klausul mengenai divestasi. Pengertian divestasi adalah : pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan.
PT Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) merupakan perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership (Newmont & Sumitomo), PT Pukuafu Indah (Indonesia) dan PT Multi Daerah Bersaing.   Newmont dan Sumitomo bertindak sebagai operator PT. NNT. 
PT. NNT menandatangani Kontrak Karya pada 1986 dengan Pemerintah RI untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di dalam wilayah Kontrak Karya di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). 
Dalam kontrak karya tersebut PT. NNT mengajukan target area di Propinsi NTB dan membaginya  menjadi Beberapa Blok. Untuk Blok Elang seluas 10.331 Ha berada di wilayah adat Cek Bocek Selesek Rensuri (Suku Berco), lihat Peta 5.5. Areal Kontrak Karya PT Newmont Nusa Tenggara di wilayah Adat Suku Berco. 
Pada Bulan Maret 2006, Kegiatan Survey Eksplorasi Detil PT NNT di wilayah Adat (Dodo) terpaksa dihentikan hingga saat ini (2010). 
Peta 5.5. Areal Kontrak Karya PT Newmont Nusa Tenggara di wilayah Adat Suku Berco

Overlay Daerah Aliran Sungai dan Tingkat Kesesuaian Lahan

Analisis ini dilakukan untuk memperlihatkan,  wilayah-wilayah mana saja yang sebaiknya mendapat perhatian khusus, karena berada di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mempengaruhi kehidupan sekelompokkomunitas  masyarakat dibawahnya.
Peta 5.3. Overlay Kesesuaian Lahan Perladangan terhadap Daerah Aliran Sungai, terlihat bahwa bagian hulu  DAS Babar, Lampit dan Melaki berada di wilayah adat Cek Bocek (suku Berco).  Ketiga DAS tersebut merupakan hulu-hulu sungai yang cukup berpengaruhi kehidupan masyarakat yang tinggal di bagian hilirnya. Artinya, di wilayah hulu termasuk klasifikasi penggunaan tanah yang  sesuai untuk perladangan, tetapi karena posisinya  strategis utnuk  menjaga keseimbangan tata  air di wilayah hilir, maka kawasan hulu direkomendasikan untuk dijadikan hutan penyangga.  

Sebagian kawasan DAS Sengane dibagian hulu digunakan untuk lokasi pemukiman (kampong) Lawin. Hulu-hulu sungai sengane, khususnya dibagian tepi sungai direkomendasikan untuk dijadikan kawasan sempadan sungai.  Terutama untuk kawasan yang belum dijadikan lahan pertanian.   Tetapi untuk yang sudah menjadi lahan pertanian sebaiknya memberikan ruang di bantaran sungai nya untuk ditanami  tanaman-tanaman keras (kebun) yang berfungsi sebagai tanaman pelindung tanah seperti pete, kemiri, asam jawa, aren  atau bambu yang  banyak manfaatnya bagi komunitas.
  
DAS Lang Remung, sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah yang pemukiman lama (bekas pemukiman leluhur). Jika kawasan ini akan diaktifkan/dimanfaatkan kembali sebagai lahan budidaya, maka di sepanjang bantaran sungai-sungai dodo dan uwe baong harus dijadikan kawasan sempadan sungai. 

Peta 5.3. Overlay Kesesuaian Lahan Perladangan terhadap Daerah Aliran Sungai



Potensi Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury

Goa Sarang Walet :
Wilayah selatan atau pesisir selatan Cek Bocek merupakan kawasan pantai dengan hamparan batu karang dan mempunyai pantai terjal, hanya beberapa tempat saja yang mempunyai dataran pantai (pasir putih).
Proses penumpukan binatang  laut dan perubahan tumpukan menjadi batuan gamping itu berlangsung  terus hingga berhenti ketika formasi ini telah muncul di atas permukaan laut.   Ditambah oleh adanya tenaga endogen yg mengangkat formasi batuan ini menyebabkan jauh lebih tinggi dari muka laut yang sekarang. Rongga-rongga yang ada di batuan gamping (coral reef) mengalami proses pengikisan kimiawi, sehingga rongga semakin membesar dan membentuk goa. Pada goa yang terbentuk secara alami dan berada tidak jauh dari pantai kondisinya cukup lembab dan kering. Kondisi seperti ini sangat disukai oleh burung walet/sriti untuk membuat sarang, maka tidak mengherankan bahwa goa-goa yang ada di wilayah adat Cek Bocek dijumpai pula sarang burung walet.  
Walet adalah burung liar yang membuat sarang di goa-goa alami, bagi penduduk setempat sarang wallet dimanfaatkan untuk bahan camporan obat-obatan tradisional. Beberapa tahu belakangan ini sarang walet mempunyai nilai jual yang tinggi, karena dipercaya bahwa sarang walet mengandung protein yang tinggi dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti panas dalam, liver, melancarkan peredaran darah serta penambah tenaga. Untuk bahan pangan dapat diolah menjadi sop sarang burung wallet, hal ini sudah dimanfaatkan sejak lama orang Tionghoa di seluruh dunia.  Penjualan sarang burung walet ke tidak pernah mencukupi kebutuhan konsumen sehingga harga sarang burung walet di pasaran cenderung terus menguat dan tidak ada tanda-tanda akan adanya penurunan harga dalam tahun-tahun mendatang. Alasan yang tepat, sehubungan dengan kenyataan bahwa burung walet hanya hidup di iklim tropis. Terutama untuk Indonesia, sebagai salah satu penghasil sarang burung walet terbesar di dunia, menyuplai sekitar 80% dari permintaan sarang burung walet.
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur.   Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di goa-goa yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
Tidak semua goa akan dijadikan tempat bersarangnya, beberapa criteria yang disenangi burung-burung ini dalam memilih tempat tinggalnya, yakni :


  • Aman, yaitu bebas dari gangguan, terlindung dari terpaan angin, terik matahari, hujan dan cahaya yang terang.
  • Nyaman, tempat yang sesuai dengan habitat walet adalah bersuhu 26-29 0 C, berkelembaban 80-90 dan dekat dengan tempat ia mencari makan.
Dari beberapa jenis burung walet yang ada, hanya terdapat 4 jenis walet yang sarangnya bisa dikonsumsi dan laku dijual yaitu: Aerodramus fuciphaga  (walet sarang putih/Yen-ou), Aerodramus maxima (walet sarang hitam/Mo-yen), Collocalia esculenta (seriti), dan Collocalia vanikorensis (seriti lumut). 
Untuk wilayah Sumbawa merupakan wilayah habitat dari jenis wallet aerodramus fuciphaga  (wallet sarang putih/yen-ao), jenis walet ini menghasilkan sarang yang mempunyai nilai jual paling mahal, dengan kisaran harga antara 12 – 14 juta rupiah/kg. Harga tersebut tergantung dari proses pembersihannya, semakin baik prosesnya semakin tinggi mutu dan nilai jualnya.    
Sarang walet yang mempunyai nilai jual paling tinggi adalah sarang yang dihasilkan dari jenis Aerodramus Fuciphaga berwarna merah, tetapi sangat jarang dijumpai, karena dibuat oleh burung tersebut dengan campuran air liur dan darahnya.  Harga sarang merah ini mencapai  17 juta rupiah /kg. 


Peta 4.10.1. Persebaran Goa Walet di wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri
Tabel Koordinat Goa/Liang Walet di Wilayah Adat Cek Bocek
Nama Goa/Liang
Koordinat  UTM  Zone  50 S

X
Y
Liang Ampen
545525
9000220
liang Babak
546341
9005602
Liang Brahu
550203
9003344
Liang Brahu
550232
9002407
Liang Giumi
548607
9001544
Liang Giumi
548978
9001612
Liang Ompin
544576
9000049
Liang Rorong
539747
8999170
Liang Tanah Mate
536305
8999484
Liang Tongo
541665
8999710
Liang Umam Bawi
551744
9014186

Kondisi Lapisan Batuan

Karakteristik batuan, menjelaskan tentang lapisan (formasi) batuan yang ada di wilayah cek bocek. Formasi  batuan di Wilayah Adat Cek Bocek hanya ada 2 formasi : yakni Formasi Batuan Gunung Api (25.372,58 Ha), dan Formasi Batuan Gamping Koral yang menempati wilayah pesisir selatan seluas 3.603,16 Ha.

Formasi Batuan di Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri
Formasi
Batuan Penyusun
Luas ( Ha )
%
Batuan Gunungapi
Extrusive: felsic: lava
25372.58
87.56
Batugamping Koral
Sediment: chemical: limestone
3603.16
12.44

Jumlah
28975.74
100.00
Sumber Data : Hasil pengolahan Peta Geologi, Puslitbang Geologi, Bandung



Peta 4.2.2.3.  D K A T di Wilayah Pulau Sumbawa




Peta 4.3.a. Formasi Batuan di Wilayah Barat Pulau Sumbawa



Peta 4.3.b. Formasi Batuan di Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri



4.3.1. Formasi Batuan Gunung Api

Formasi batuan gunung api terbentuk pada zaman Miosen Tengah (21 juta tahun) hingga akhir zaman Miosen Tengah (17 juta tahun lalu). Zaman Miosen merupakan bagian dari masa Kenosoikum yang digolongkan sebagai masa kehidupan Modern “ JA. Katili “:  Susunan batuan gunung api di wilayah cek bocek terbentuk melalui proses extrusive,  yakni proses pembentukan batuan beku, magma yang keluar mencapai permukaaan bumi karena letusan gunung, dan kemudian menjalar/menyebar menuju wilayah yang lebih  rendah,  hingga kemudian membeku membentuk formasi batuan yang cukup luas. Mineral penyusunnya felsic, berwarna cerah.

Formasi batuan ini telah mengalami perubahan terutama yang berada di bagian permukaan, karena mengalami pelapukan baik kimiawi maupun mekanik yang dipengaruhi oleh perubahan suhu dan pengerjaan air. Material hasil pelapukan kemudian diendapkan yang dibawa oleh air laut  (kemungkinan pada jutaan tahun lalu permukaan bumi di wilayah ini berada di bawah muka air laut), hingga terbentuk lagi batuan endapan yang di kenal sebagai  Deef Marine. 
Adanya struktur patahan di wilayah ini, juga menunjukan bahwa selang jutaan tahun lalu muncul gaya endogen yang mengangkat permukaan bumi, hingga lambat laun memiliki ketinggian permukaan bumi  seperti sekarang ini.  
Selanjutnya jika mengacu pada peta landsystem Bakosurtanal, maka litology (batuan induk) di wilayah formasi ini adalah  andesit dan basalt. Jenis Batuan Andesit dan Basalt, merupakan jenis batuan Gunung Api yang sangat umum terdapat di wilayah Indonesia  dan merupakan jenis batuan gunung api yang kurang mengandung SiO2.
Jenis batuan yang bersifat Basalt, mencirikan wilayah samudera, karena umumnya batuan basalt ditemukan di dasar samudera dan memiliki berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan granit. Di wilayah cek bocek formasi batuan basalt terbentuk oleh  proses ekstrusive ( lava cair pijar  yang muncul dari dalam bumi).
4.3.2.  Formasi Batu Gamping Koral
Formasi batu gamping koral  di wilayah Cek Bocek terbentuk melalui proses sedimentasi organic pada awal zaman  Holosen (kira-kira 10.000 tahun lalu).  Dahulu,  ketika wilayah ini masih merupakan wilayah pasang surut air laut (kedalaman kurang dari 100 meter)  hidup binatang-binatang laut seperti Coral, Echinoida, Crinoida, Foraminifera, Brachiopoda. Ketika binatang ini mati, maka terbentuklah tumpukan rongga-rongga kapur yang kemudian ditambah dengan proses sedimentasi kimia oleh adanya kristal-kristal seperti gypsum, anhidrit (CaSo4) dan garam dapur (NaCl),  tumpukan rongga-rongga kapur tersebut


lambat laun berubah menjadi batuan gamping. Proses penumpukan binatang  laut, dan
perubahan tumpukan menjadi batuan gamping itu berlangsung  terus, kemudian terjadi preoses pengangkatan (orogenesa) hingga  muncul di atas permukaan laut dan membentuk daratan.

Batuan endapan dibagian permukaan formasi ini,  di golongkan sebagai littoral reef (batu karang yang berada di wilayah Pesisir). Mengacu pada peta Landsystem Bakosurtanal, maka Litology (batuan induk) di wilayah formasi ini adalah Coral (batu karang). Penyebaran batu karang ini menempati sepanjang pesisir selatan dari wilayah Cek Bocek, batu karang ini membentuk tebing karang yang curam dan hanya pada tempat tempat tertentu yang dataran pantai. Selain itu hempasan ombak yang cukup keras dari laut lepas, sehingga tidak memungkinkan nelayan local mencari ikan dilokasi ini.

Kondisi Iklim


 Rangkaian pulau-pulau yang terletak di sebelah timur Pulau Jawa, dahulu dikenal dengan sebutan Kepulauan Sunda Kecil, sementara rangkaian pulau-pulau yang menyebar di barat dan utara pulau Jawa dinamakan Kepulauan Sunda Besar (Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi). Secara umum wilayah kepulauan nusantara menurut Prof. I Made Sandy dalam bukunya “Geografi Regional Indonesia” membagi gugusan kepulauan berdasarkan pola curah hujan, sebagai berikut:
·         Kepulauan Sunda Kecil yang terletak di ujung selatan kepulauan Nusantara, sangat jarang dilewati oleh equator termal (DKAT);
·         Kepulauan Sunda Kecil terletak di ujung timur kepulauan Nusantara, akibatnya jumlah hujan yang jatuh tidak banyak.
·         Kepulauan Sunda kecil  berjajar memanjang dari barat ke timur. Maka sesuai dengan dalil hujan, kepulauan suda kecil ini mempunyai iklim kering. 

Equator Thermal (Daerah Konvergensi Aantar Tropik) melintasi kepulauan sunda kecil pada bulan Januari, sehingga jumlah hujan terbanyak jatuh pada bulan januari. Jumlah hujan yang jatuh relative lebih singkat, hingga bulan ke empat jumlah hujannya semakin berkurang
Angin Topan jarang melanda kepulauan sunda kecil ini, hanya sekali-sekali saja.  Hal ini diakibatkan oleh pengaruh munculnya angin siklon tropis di pinggir Propinsi Nusa Tenggara Timur, disamping itu  dengan munculnya  angin kencang yang biasa melanda daerah Australia Barat sehingga angin topan tidak sampai ke sunda kecil. 
Selanjutnya  untuk memperjelas karakteristik iklim, akan dibahas mengenai curah hujan, type iklim dan  Daerah Konpergensi Antar Tropik (DKAT).
4.2.1. Curah Hujan
Data curah hujan di wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri di ambil dari stasiun pengamat curah hujan milik Badan Metereologi dan Geofisika Kabupaten Sumbawa (BMG), terutama yang  terdekat dengan stasiun curah hujan di daerah Plampang.  Data Curah hujan yang ditampilkan dibawah ini hasil analisis melalui proses dari perataan data-data curah hujan bulanan yang diamati oleh Badan Metereologi dan Geofisika selama lima belas tahun. 
Jika dilihat peta curah hujan  (isohyets) yang melintas di wilayah adat cek bocek (suku Berco) ini berada pada interval curah hujan rata-rata 1400 – 1450 mm/thn, (lihat peta 4.2.1. Curah Hujan).
Jan
Feb
Mr
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Rata-rata
Tahunan
341
320
250
127
24
42
31
7
3
19
53
205
1422

Sumberdata : Badan Metereologi dan Geofisika (BMG), Kabupaten Sumbawa





Peta 4.2.1. Wilayah Curah Hujan di Wilayah Barat Pulau Sumbawa

ANALISIS KARAKTERISTIK WILAYAH KOMUNITAS ADAT CEK BOCEK SELESEK RENSURl (SUKU BERCO)

Kehidupan Komunias Masyarakat Adat Cek Bocek sudah 6 abad berinteraksi dengan hutan rimba disekitarnya. Ikatan emosional dengan wilayahnya sehingga terbangun kebiasaan-kebiasaan khas sebagai hasil tempaan dari perjalanan hidupnya. Hal inilah yang terbangun dalam kegidupan sehari-hari melalui proses adaptasi terhadap karakteristik lingkungannya.
Dalam kehidupan di masyarakat tidak pernah lepas dari pengaruh lingkungan hidupnya dan wilayahnya. Maka untuk melihat persoalan keruangan di Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri (suku Berco), akan dibahas  mengenai karakteristik wilayah Adatnya. Untuk memudahkan pembaca dalam melihat persoalah keruangan di wilayah Adat, maka data-data dan hasil analisa di sajikan dalam bentuk tematik peta dan data tabulasi yang merupakan hasil olahan secara spatial (keruangan). Analisis Karakteristik  wilayah meliputi kondisi, ciri, dan hal  yang terkait dengan fakta fisik.
        4.1. Wilayah Komunitas Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Rensuri (Suku Berco)
Pembuktian tata batas wilayah Komunitas Adat Cek Bocek Selesek Rensuri (Suku Berco) dilakukan malaui proses musyawarah yang menghadirkan dari komunitas tetangga yang bersebelahan, sehingga menghasilkan sketsa wilayah. Berdasarkan sketsa tersebut dilakukan survey lapang. Peta tata batas hasil survey dilakukan verifikasi untuk keabsahan dengan membubuhkan tanda tangan dari perwakilan komunitas tetangga.  Maka berdasarkan hal tersebut sudah dapat dipastikan bahwa Koordinat Geografi batas wilayah komuntas Adat Cek Bocek terletak antara : 117◦ 18’  s/d  117◦ 30’ Bujur Timur  dan antara 8◦ 52’  s/d 9◦ 04’ Lintang Selatan.
Berdasarkan letak koordinat geografis dapat ditarik batas polygon wilayah adat, sehingga dapat dijabarkan bahwa wilayah adat cek bocek berbatasan langsung dengan lainnya, yaitu: 
·         Sebelah utara berbatasan dengan Ropang yang berada pada wilayah hulu DAS Lang Remung;
·         Sebelah selatan berbatasan dengan pantai selatan Pulau Sumbawa, Samudera Indonesia;
·         Sebelah barat berbatasan dengan Lunyuk yang melintasi wilayah hulu DAS babar, DAS Lampit dan DAS Presa;
·         Sebelah timur berbatasan langsung dengan Lebangkar yang melintasi sungai Sengane.

Tata batas Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri (Suku Berco) maka dari hasil kesepakatan dengan komunitas sebelah-menyebelahnya didapat luasnya sebesar  28.975,74 Ha, terletak di Kecamatan Ropang – Kabupaten Sumbawa – Nusa Tenggara Barat.

Peta 4.1. Lokasi  Wilayah Adat Cek Bocek Selesek Rensuri
 

Situs Peninggalan Leluhur Komunitas Adat Cek Bocek Selesek Rensuri

Hingga kepemimpinan Datu Sukanda RHD merupakan pemimpin Masyarakat adat dari generasi yang 7.  Wilayah adat yg menjadi tempat aktifitas kehidupan komunitas Masyarakat ini tetap sama, struktur dan aturan adat yang dijalankan masih tetap sama. Hutan yang menjadi pendukung kehidupan tetap terjaga dengan baik.  Sejalan dengan perjalanan sejarah masyarakat adat ini, tentu meninggalkan banyak bukti-bukti yang dapat dijumpai dilapangan hingga saat ini.    
Bekas-bekas pondasi bangunan masjid dan balai pertemuan adat serta sisa pondasi rumah menunjukkan bukti sebagai bekas lokasi areal pemukiman. Tidak jauh dari bekas lokasi pemukiman juga dijumpai kubur tua dengan nisan dan tumpukan batu kali, hal ini menunjukan bahwa kubur yang dijumpai umurnya sudah ratusan tahun.  Dan makam-makam ini masih selalu di jaga keberadaannya oleh para anak keturunannya hingga saat ini.
Setiap bulan Syawal  di lakukan ziarah ke makam para leluhur seperti ke makam Dewa Datu Awan Mas Kuning di Lawang Sasi, dan selanjutnya kemakam-makam para Datu lainnya. Dalam bahasa Berco Ritual ini dikenal  dengan nama : Jango kubur Leluhur. Ritual ini disamping untuk menhormati para leluhur, juga untuk meningkatkan ikatan kekerabatan diantara anggota komunitas masyarakat adat Suku Berco yang bertempat tinggal  terpencar-pencar.

Perjalanan sejarah komunitas masyarakat adat Cek Bocek Selesek Rensuri, tentu meninggalkan jejak berupa situs-situs hingga saat ini masih dapat dijumpai dilapangan. Seperti : 

2.3.1. Komplek Makam/Kubur Tua
Pemakaman tua ditandai oleh tumpukan batu-batuan kali yang membentuk persegi panjang dengan ukuran  1 x 2 meter (untuk tiap makam/kubur).  Jadi untuk tiap komplek pemakaman  dapat dengan mudah di bedakan dengan areal lainnya, karena akan terlihat sebuah hamparan dengan batu-batu kali yang membentang membentuk kotak-kotak dengan nisan-nisan dari batu bulat panjang, dan masih dapat terlihat sebagai batu berukir.

Makam Leluhur Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Rensuri

Jumlah Nisan
KOORDINAT UTM ZONE 50S


X
Y
Aho
80
541784
9011384
Bakal Bila
50
543047
9010024
Bera
95
542919
9011288
Dodo Aho
70
542718
9013718
Dodo Baha 1
100
542714
9009874
Dodo Baha 2
90
542780
9009689
Kesek
80
542272
9010278
Kuda Mati
75
545758
9011346
Langir
60
543565
9015048
Lawang Sasi
5
543490
9015317
Pesur
70
543876
9013400
S. Kedit
300
544046
9009159
S. Selesek
120
545383
9012263
Suri
120
543627
9015187
Tampung
100
545876
9011545
Tungku Sudat
110
544955
9011635
JUMLAH
1525


Sumber Data : Survey Lapang Partisipatif masyarakat


Peta 2.3.1. Persebaran Lokasi Makam Leluhur Suku Berco


                                    Membersihkan Makam Datuk Usman (Pua Adat) di Langir
 

                                                          Nisan Makam Datu M Hatta di Suri

                                                                                                    
                                                                   Doa  di Makam panglima Dodo Baha
 



























                                                                                                                                               


Berdoa , sebelum membersihkan makam leluhur Dodo Aho


Membersihkan Makam Leluhur di Dodo Baha



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes