Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Tolak Tambang

MinergyNews.Com, Mataram – Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Reen Surin selaku masyarakat adat pemilik kawasan Dodo – Rinti, yaitu kawasan yang akan dijadikan lokasi pertambangan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), menolak tanah leluhurnya dijadikan kawasan pertambangan.
Masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen Surin yang kini menempati wilayah Desa Lawin, Kecamatan Ropang setelah puluhan tahun sebelumnya terusir dari tanah leluhurnya mulai terusik setelah mengetahui tanah adatnya akan diporakporandakan. Mereka tidak ingin jika kuburan nenek moyangnya diporak-porandakan hanya untuk kepentingan perusahaan tambang.
Berdasarkan penuturan Sukanda, RHD (Raja Haji Damhuji), masyarakat Desa Lawin sebagian besar dulunya berasal dari masyarakat Selesek, masyarakat Sury dan sebagian lagi masyarakat Beruh yang memilih tempat tinggal di Uma Balik (Kebun tebu) sampai tahun 1850 dengan bukti kuburan tua di lokasi yang diakuinya.
Namun pada awal tahun (Bahasa Barco, Ahar Kalur) hingga tahun 1865, mereka pindah ke wilayah Lang Lede dengan bukti sejarah sebuah kuburan yang hingga sekarang ini masih ada.
Selanjutnya, masyarakat melakukan migrasi hingga ke wilayah Selesek yang berbatasan dengan Sungai Desa Dodo. Alasan melakukan migrasi, selain munculnya bala berupa serangan jamur dengan skala luas dan massif yang menyerang tanaman pertanian, kepindahannya pun disebabkan akibat serangan perampok dari Gorontalo.
Sukanda yang juga keturunan ke sembilan kerajaan Cek Bocek Selesek Reen Sury dari Kademangan Sury atau lebih dikenal sebagai suku Barco yang pernah menempati kawasan Dodo – Rinti, mengancam perusahaan manapun untuk tidak coba-coba seenaknya masuk kawasan adat yang sejak lama ditinggalkan akibat terusir kebijakan. Sejak tahun 1935 mereka sudah dipindahkan ke Dusun Lawin atas perintah raja dengan berbagai pola, termasuk menakut-nakuti masyarakat bahwa di kawasan tersebut rawan longsor dan rawan bencana.
Menurut Datuk Sukanda, pada tahun 1932 Sultan Kaharuddin II bersama Belanda pernah datang ke wilayah mereka untuk bertemu dengan Raja Tunru. Sebagai bukti kedatangannya, Sultan dan Belanda meminta bukti berupa kerikil, pasir dan batu kali masing-masing satui poyan (kantung).
“Selanjutnya pada tahun 1933 Raja Goa masuk Sumbawa dan kembali masuk ke kawasan Dodo Rinti. Saat itu masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen Sury disuruh pindah dari kawasan tersebut dengan alasan bahwa di daerah itu rawan longsor dan sangat berbahaya”, ungkap Datuk Sukanda.
Bagaimana jika perusahaan tambang nekat masuk ke kawasan adat yang diklaim sebagai milik tanah leluhur masyarakat adat Cek Bocek Selesek? Menurut Sudiartha dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) selaku pendamping masyarakat adat, sesuai hasil musyawarah dengan masyarakat adat, bisa saja perusahaan tambang masuk dengan catatan kepemilikan saham masyarakat adat harus masuk selaku pemilik kawasan dan bukan untuk diperjualbelikan, namun dengan sistem kontrak kawasan.
Untuk kepemilikan saham, masyarakat adat meminta sebesar 20 persen. Mereka bercermin dari kepemilikan saham PT. Pukuafu Indah Indonesia yang bisa memiliki saham hanya dengan modal uang. Sementara masyarakat adat selaku pemilik lahan untuk memiliki saham bukan dengan uang, tetapi atas kepemilikan lahan.
“Jangan sampai masyarakat adat hanya jadi penonton”, ungkap Ramdan Sudiartha. (MNC-12)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes