Sumbawa Besar,Pilar NTB
Komunitas adat cek bocek selesek reensuri (suku berco) yang bermukim di desa Lawin dan Labangkar Kecamatan Ropang, nekat menduduki camp eksplorasi PTNNT di Dodo. Upaya ini mereka lakukan pada Kamis (11/8) hingga Jum’at (12/8) lalu. Kedatangan mereka selain sebagai bentuk ritual adat di daerah camp, juga menegaskan kepada PTNNT agar tidak beraktifitas di lokasi itu sebelum terjalin kesepakatan bersama. Kedatangan sebanyak 71 orang warga komunitas cek bocek tersebut ternyata sehari sebelumnya telah diketahui oleh manajamen keamanan (security) PTNNT. Hal itu dibuktikan dengan adanya bantuan dari Satuan Brimob Polda NTB berkekuatan 2 peleton. Baik yang siaga di camp Dodo maupun di camp Lamurung. Komunitas ini merasa PTNNT masuk ke wilayah hak ulayat mereka tanpa ijin, meski Pemda Sumbawa memberikan ijin melalui penandatangan MoU kerjasama dengan PTNNT belum lama ini di Wisma Daerah Sumbawa. Kehadiran cek bocek di camp Dodo merupakan bentuk teguran secara langsung kepada perusahaan tambang tembaga dan emas itu. Sebab, sejak dulu mereka meminta kepada Pemda Sumbawa maupun manajemen PTNNT untuk berunding. Namun sejauh ini aspirasi tersebut urung terkabul.
Tokoh adat Cek Bocek, Anggo Zainuddin, saat ditemui di Dodo, mengatakan, bahwa keberadaan tanah ulayat mereka tidak mau tidak diganggu oleh siapapun. Jika hal itu terjadi maka perlawanan akan diberikan hingga titik darah penghabisan. Yang menjadi masalah jelasnya, Pemda Sumbawa tidak mengakui keberadaan makam para leluhur mereka, bahkan dianggap sebagai hutan lindung. Tapi di satu sisi diberikan ijin menambang. Kendati demikian, pihaknya tidak menutup diri untuk membangun komunikasi dengan Pemda maupun PTNNT. “ Walaupun ada rencana penambangan, tidak ada masalah yang penting berunding dan sepakati agar hak ulayat tetap lestari dan pertambangan tetap jalan, jangan sampai ada pihak yang dirugikan,” ungkap Anggo. Ia menegaskan, sebelum ada perundingan maka aktifitas eksplorasi dihentikan. Mereka juga akan tunduk dan mengharapkan niat baik pemerintah. Cuma di satu sisi, masih menganggap Pemda selalu mengabaikan aspirasi mereka.
Bahhkan tegas Angggo, pernah ada usulan perundingan tapi tidak pernah terkabul, Bupati tidak pernah mau bertemu dan selalu dihadapkan dengan disposisi yang tidak jelas. Demikian pula dengan DPRD Sumbawa yang menolak dengan alasan Dodo merupakan hutan lindung.
“Apakah dengan adanya kuburan itu hutan lindung. Ketika itu ada kuburan maka jelas itu hak ulayat. Kami sudah petakan secara partisipatif pada tahun 2010. Sudah ada buku tata ruangnya, sudah sosialisasikan ke BPN, DPRD dan Pemerintah pusat melalui Wapres di Mataram bersama DPRD Propinsi dan dihadiri Menhut, tapi belum ada respon sama sekali, padahal harus dipertanyakan kepada kami sebagai hak ulayat. Makanya kami larang dulu,” papar Anggo.
Hal itu didukung oleh pemuda Cek Bocek, Saburhanuddin, yang menegaskan bahwa adanya makam di Dodo Aho (lokasi makam, red) merupakan bukti nyata yang menjadi alasan mempertahankannya. Tercatat 8 titik makam yang tersebar di Dodo Aho, Dodo Baha, Elang Lede, Selesek, Suri, Krenang, Leba’, dan Sura Matano. “Pemerintah dan perusahan agar menghargai hak ulayat, jangan dipandang sebagai barang produksi ekonomi semata, ada nilai sosial, spiritual, budaya dan ekonomi yang berharga,” tambah Menteri Tene Dodo, Syarifuddin. Setibanya di camp Dodo, aparat keamanan bersenjata lengkap telah bersiaga. Bahkan diantara mereka, ada yang menyusup di sela semak belukar. Meski ada tanda larangan masuk tanpa ijin ke camp, tapi cek bocek tidak menghiraukan. Mereka langsung menuju helipad di komplek camp PTNNT. Di situ, mereka diterima penanggung jawab keamanaan camp Dodo, Asep Gunawan dan Danton Brimob yang bertugas, Ipda Janed SP. Kepada Komunitas Cek Bocek, Asep mengatakan, pada dasarnya PTNNT enggan kembali ke Dodo dan sekitarnya. Tapi karena desakan Pemda dengan jaminan keamanan, sehingga PTNNT kembali. Meskipun demikian, pihaknya tidak melarang kedatangan Cek Bocek dengan alasan melaksanakan ritual adat. “Kami tidak melarang bapak-bapak, silahkan. Tapi jika melarang kami beraktifitas, itu bukan tanggung jawab saya, ada bagian Comrel dan manajemen lain yang menanganinya,” jelas Asep. Ia juga menegaskan, bahwa aspirasi Cek Bocek akan disampaikan ke manajemen yang lebih tinggi. Sebab Cek Bocek beralasan selama ini tidak pernah ada tanggapan dari perusahaan maupun Pemda Sumbawa.
Hal yang sama juga ditegaskan Ipda Janed, SP. Menurutnya, Brimob yang bertugas mengamankan dan sebenarnya tidak ada negosiasi. Tapi karena kondisi seperti itu, pihaknya juga berempati kepada Cek Bocek yang selama ini tidak pernah diperhatikan aspirasinya. Akhirnya, setelah negosiasi menemui kesepakatan untuk difasilitasi dalam waktu dekat dengan manajemen PTNNT, Cek Bocek melaksanakan ritual adat. (*)
Komunitas adat cek bocek selesek reensuri (suku berco) yang bermukim di desa Lawin dan Labangkar Kecamatan Ropang, nekat menduduki camp eksplorasi PTNNT di Dodo. Upaya ini mereka lakukan pada Kamis (11/8) hingga Jum’at (12/8) lalu. Kedatangan mereka selain sebagai bentuk ritual adat di daerah camp, juga menegaskan kepada PTNNT agar tidak beraktifitas di lokasi itu sebelum terjalin kesepakatan bersama. Kedatangan sebanyak 71 orang warga komunitas cek bocek tersebut ternyata sehari sebelumnya telah diketahui oleh manajamen keamanan (security) PTNNT. Hal itu dibuktikan dengan adanya bantuan dari Satuan Brimob Polda NTB berkekuatan 2 peleton. Baik yang siaga di camp Dodo maupun di camp Lamurung. Komunitas ini merasa PTNNT masuk ke wilayah hak ulayat mereka tanpa ijin, meski Pemda Sumbawa memberikan ijin melalui penandatangan MoU kerjasama dengan PTNNT belum lama ini di Wisma Daerah Sumbawa. Kehadiran cek bocek di camp Dodo merupakan bentuk teguran secara langsung kepada perusahaan tambang tembaga dan emas itu. Sebab, sejak dulu mereka meminta kepada Pemda Sumbawa maupun manajemen PTNNT untuk berunding. Namun sejauh ini aspirasi tersebut urung terkabul.
Tokoh adat Cek Bocek, Anggo Zainuddin, saat ditemui di Dodo, mengatakan, bahwa keberadaan tanah ulayat mereka tidak mau tidak diganggu oleh siapapun. Jika hal itu terjadi maka perlawanan akan diberikan hingga titik darah penghabisan. Yang menjadi masalah jelasnya, Pemda Sumbawa tidak mengakui keberadaan makam para leluhur mereka, bahkan dianggap sebagai hutan lindung. Tapi di satu sisi diberikan ijin menambang. Kendati demikian, pihaknya tidak menutup diri untuk membangun komunikasi dengan Pemda maupun PTNNT. “ Walaupun ada rencana penambangan, tidak ada masalah yang penting berunding dan sepakati agar hak ulayat tetap lestari dan pertambangan tetap jalan, jangan sampai ada pihak yang dirugikan,” ungkap Anggo. Ia menegaskan, sebelum ada perundingan maka aktifitas eksplorasi dihentikan. Mereka juga akan tunduk dan mengharapkan niat baik pemerintah. Cuma di satu sisi, masih menganggap Pemda selalu mengabaikan aspirasi mereka.
Bahhkan tegas Angggo, pernah ada usulan perundingan tapi tidak pernah terkabul, Bupati tidak pernah mau bertemu dan selalu dihadapkan dengan disposisi yang tidak jelas. Demikian pula dengan DPRD Sumbawa yang menolak dengan alasan Dodo merupakan hutan lindung.
“Apakah dengan adanya kuburan itu hutan lindung. Ketika itu ada kuburan maka jelas itu hak ulayat. Kami sudah petakan secara partisipatif pada tahun 2010. Sudah ada buku tata ruangnya, sudah sosialisasikan ke BPN, DPRD dan Pemerintah pusat melalui Wapres di Mataram bersama DPRD Propinsi dan dihadiri Menhut, tapi belum ada respon sama sekali, padahal harus dipertanyakan kepada kami sebagai hak ulayat. Makanya kami larang dulu,” papar Anggo.
Hal itu didukung oleh pemuda Cek Bocek, Saburhanuddin, yang menegaskan bahwa adanya makam di Dodo Aho (lokasi makam, red) merupakan bukti nyata yang menjadi alasan mempertahankannya. Tercatat 8 titik makam yang tersebar di Dodo Aho, Dodo Baha, Elang Lede, Selesek, Suri, Krenang, Leba’, dan Sura Matano. “Pemerintah dan perusahan agar menghargai hak ulayat, jangan dipandang sebagai barang produksi ekonomi semata, ada nilai sosial, spiritual, budaya dan ekonomi yang berharga,” tambah Menteri Tene Dodo, Syarifuddin. Setibanya di camp Dodo, aparat keamanan bersenjata lengkap telah bersiaga. Bahkan diantara mereka, ada yang menyusup di sela semak belukar. Meski ada tanda larangan masuk tanpa ijin ke camp, tapi cek bocek tidak menghiraukan. Mereka langsung menuju helipad di komplek camp PTNNT. Di situ, mereka diterima penanggung jawab keamanaan camp Dodo, Asep Gunawan dan Danton Brimob yang bertugas, Ipda Janed SP. Kepada Komunitas Cek Bocek, Asep mengatakan, pada dasarnya PTNNT enggan kembali ke Dodo dan sekitarnya. Tapi karena desakan Pemda dengan jaminan keamanan, sehingga PTNNT kembali. Meskipun demikian, pihaknya tidak melarang kedatangan Cek Bocek dengan alasan melaksanakan ritual adat. “Kami tidak melarang bapak-bapak, silahkan. Tapi jika melarang kami beraktifitas, itu bukan tanggung jawab saya, ada bagian Comrel dan manajemen lain yang menanganinya,” jelas Asep. Ia juga menegaskan, bahwa aspirasi Cek Bocek akan disampaikan ke manajemen yang lebih tinggi. Sebab Cek Bocek beralasan selama ini tidak pernah ada tanggapan dari perusahaan maupun Pemda Sumbawa.
Hal yang sama juga ditegaskan Ipda Janed, SP. Menurutnya, Brimob yang bertugas mengamankan dan sebenarnya tidak ada negosiasi. Tapi karena kondisi seperti itu, pihaknya juga berempati kepada Cek Bocek yang selama ini tidak pernah diperhatikan aspirasinya. Akhirnya, setelah negosiasi menemui kesepakatan untuk difasilitasi dalam waktu dekat dengan manajemen PTNNT, Cek Bocek melaksanakan ritual adat. (*)
Sumber: Harian Pilar NTB
0 komentar:
Posting Komentar